Kota
Palembang memiliki sejarah yang panjang, mulai dari kejayaan kerajaan Sriwijaya
sampai Kesultanan Palembang Darussalam. Kerajaan Sriwijaya pada masa
kejayaannya sekitar tahun 683 Masehi menjadi cikal bakal kota yang terletak di
tepian sungai Musi ini. Banyak peninggalan tak ternilai berasal dari kerajaan
terkenal itu, salah satunya adalah budaya wastra (kain) yang indah yaitu songket.
Gemerlap dan
kilauan emas yang terpancar pada kain tenun ini, memberikan nilai tersendiri.
Rangkaian benang yang tersusun dan teranyam lewat pola simetris membuat kain
ini dibuat dengan keterampilan masyarakat yang memahami berbagai cara untuk
membuat kain bermutu, serta yang sekaligus mampu menghias kain dengan beragam
desain.
Songket
tradisional ini dibuat dengan ketrampilan masyarakat yang memahami berbagai
cara untuk membuat kain bermutu, serta yang sekaligus mampu menghias kain
dengan beragam desain. Kemampuan ini biasanya diwariskan secara turun-temurun.
Sewet
Songket atau kain Songket adalah kain yang biasanya dipakai atau dikenakan
sebagai pembalut bagian bawah pakaian wanita. Biasanya sewet ini berteman
dengan kemban atau selendang.Bahan sewet songket ini ditenun secara teliti
dengan mengunakan bahan benang sutera.
Ciri khas
songket Palembang terletak pada kehalusan dan keanggunannya sangat menonjol
serta motifnya tidak sama dengan motif kain songket daerah lain. Oleh karena
itu sewet songket ini dibuat dengan bahan halus dan seni yang tinggi maka
harganya cukup mahal. Biasanya dipakai pada waktu tertentu pada saat perayaan
perkawinan.
Pakaian
songket lengkap yang dikenakan oleh penganten, biasanya dengan Aesan Gede
(kebesaran) Aesan Pengganggon (Paksangko) Aesan. Selendang Mantri Aesan Gandek
(Gandik) dan sebagainya.
Sehelai kain
tenun songket dari Palembang, mempunyai banyak makna, dan mempunyai nilai
sejarah. Kain ini mungkin sebagai peninggalan nenek moyang si pemilik yang
ditenun selama satu tahun, mungkin sebagai mahar, mungkin sebagai busana
kebesaran adat pengantin , mungkin sebagai benda koleksi keluarga yang
berharga, dan masih banyak lagi kemungkinan yang lain.
Kain tenun
songket Palembang ini, sangat menarik, ditelusuri sejarahnya, maknanya, dan
teknik pembuatannya. Kalau kita menilik warnanya yang khas, dan motif hiasnya
yang indah, pastilah kita berkesimpulan bahwa songket ini dibuat dengan
keterampilan, ketelatenan, kesabaran,dan daya kreasi yang tinggi.
Seperti seni
tenun daerah lainnya di nusantara kita, kain songket Palembang ini tidak
diketahui persis kapan mulai dikerjakan. Untuk keperluan busana, mula-mula
digunakan sebagai bahan dasar kulit kayu, kemudian rajutan daun-daun, dan yang
terakhir ditanam kapas untuk dibuat benang sebagai bahan dasar kain tenun.
Palembang
yang terletak di pulau Sumatra bagian Selatan ini dahulu menjadi pusat kerajaan
Sriwijaya yang menjadi pintu masuk berbagai budaya dari manca negara. Mula-mula
datang bangsa Portugis, kemudian bangsa India yang terakhir bangsa Cina. Pada
abad ketujuh sampai abad kesebelas Masehi kerajaan Sriwijaya sedang jaya -
jayanya dengan pelabuhannya yang ramai. Kecuali menjadi pusat perdagangan,
Sriwijaya juga menjadi pusat agama Budha. Pusat kerajaan Sriwijaya, sekarang kota
Palembang, merupakan tempat persinggahan pendeta dari Srilangka dan India yang
akan pergi ke Cina.
Itulah
sebabnya budaya India ikut mempengaruhi motif hias kain songket
Palembang.Disamping itu pengaruh dari Cina juga melekat pada seni tenun
Palembang terutama pada penerapan warna merah dan warna keemasan pada kain
songket. Karena adanya pengaruh budaya dari luar tadi terciptalah kain tenun
dari Sriwijaya yang sangat indah dan bervariasi. Dengan demikian kain songket
ini termasuk hasil budaya daerah yang harus dilestarikan.